Monday, July 27, 2020

Spiritualitas dalam Tuduhan dan Kecurigaan

(Catatan dan Refleksi Acara 'Nutu Piwulang Sastrajendra dan Wulangreh' pada Pasamuan Agung IV Komunitas Debog Wengker Ponorogo, 30 September 2018)

Oleh: Ahmad M. Nizar Alfian Hasan




MENANDAI PERJALANAN

Pasamuan Agung Kaping Sekawan - Komunitas Debog Wengker, sebetulnya tidak bisa lepas dari rangkaian acara serupa yang menjadi proses refleksi tersendiri, terutama bagi anggotanya. Medseba, Suwung hingga Sastrajendra, sejatinya adalah serangkaian wawasan yang berkesinambungan. Singkatnya 'Medseba' yang menjadi tema perdana Pasamuan Agung, lebih pada mengungkap pendekatan dan mengenalkan konsep dasar berikut praktik meditasi nusantara kuno. Termasuk untuk pertama kalinya anggota Debog Wengker dikenalkan ragam 'mudra' dalam latihan-latihan praktik dasar.

Sehingga dari momentum pertama itu terasa sekali kami masih dalam tahap menjajagi pemahaman, sehingga esok pagi-pagi setelah acara beberapa dari 'sedherek' Debog Wengker membahas secara terbatas fenomena baru itu di salah satu Warkop pinggir kali di Barat Desa.

Lalu berlanjut ke 'Suwung'  pada Pasamuan Agung II, di mana saat itu terasa sekali atmosfir teologisnya. Pembahasan tentang 'Suwung' mengantarkan pada pendekatan atas Dzat "Sang Maha Kuasa." Meskipun skema 'dua narasumber' sudah kami terapkan di Pasamuan Agung II itu, namun yang terjadi tetap saja perhatian kami mengerucut pada penjelasan dan contoh langsung dari Mas Setyo Hajar Dewantoro (SHD) sendiri.

Beberapa poin mendasar diungkap, termasuk bagaimana memetakan sumber-sumber energi dan titik-titik penghubung kesadaran dalam diri yang perlu disadari kegunaannya. Pada kesempatan kedua ini sudah tidak berkutat lagi pada teknik dan ragam mudra, melainkan beranjak pada pendalaman lebih jauh tentang meditasi, mengupas lebih dalam tentang bagaimana menjangkau kesadaran 'suwung.' Sederhananya, kami mulai diajak untuk beranjak dari hal-hal teknis menuju ke pemahaman-pemahaman dasar.


MENUAI PERJUMPAAN

Singkat cerita selanjutnya, Debog Wengker dalam beberapa bulan terakhir dipertemukan dengan nafas-nafas baru yang lebih segar. Lebih spesifik saya sebut, beberapa anggota yang bergabung belakangan cukup menambah warna, terkait semacam kecakapan tertentu dalam membaca --makna sebenarnya-- naskah-naskah kuno. Hal ini seolah menggenapi gairah anggota terdahulu yang sedang mendapati konsekuensi logis berhadapan dengan naskah-naskah tersebut.

Intensitas berziarah sambil menelusuri makam-makam kuno, baik yang terkait dengan tujuan mengungkap sejarah Ponorogo ataupun latar sejarah yang lebih lebar (Jawa) ternyata tidak bisa tidak harus berjumpa dengan sederet naskah baik berupa serat, sarasilah, babad atau juga bentuk-bentuk catatan yang lain. Sementara sebagai jejak budaya yang terikat waktu, naskah-naskah tersebut tentu saja ditulis dengan cara yang khas pada jamannya.

Oleh karena itulah pada Pasamuan Agung IV, ada pertimbangan untuk mulai meng-kader narasumber muda dengan memberikan kesempatan berbagi refleksi atas pembacaan mereka terhadap naskah-naskah tersebut, salah satunya 'Serat Wulangreh' yang menjadi kajian Izzuddin Rijal Fahmi, salah satu dari kader-kader muda tadi.  Di saat yang sama, Mas SHD baru saja menyelesaikan Buku Sastrajendra yang menjadi rekaman perjalanan ruhaninya pasca 'suwung' sehingga ramuan konsep acaranya betul-betul hendak menyandingkan, artinya mengakomodir yang ahli sekaligus yang pemula, atau yang berbasis 'perjalanan' dengan yang bergelut di pembacaan literatur.


MENDARATKAN KEBUTUHAN

Selanjutnya Sastrajendra dan Wulangreh, secara dangkal bisa dimaknai sebagai ajaran (piwulang) tentang bagaimana seseorang menempa jiwa. Keterbatasan saya menyederhanakannya sebagai cara menggayutkan sebanyak mungkin capaian spiritual dengan laku keseharian bagi siapapun yang ingin menghayati dan mengamalkannya. Inilah sebetulnya yang menjadikan khasanah kearifan seperti Sastrajendra dan Wulangreh sangat relevan dengan kebutuhan manusia-manusia sekarang yang cenderung berjiwa asing dengan pemaknaan dirinya sendiri.

***

Refleksi singkat dari momen Pasamuan Agung IV Debog Wengker tadi menandai sebuah pesan penting bahwa pencapaian kesadaran (ilmu) dalam bidang apapun (tidak hanya spiritual) mensyaratkan sebuah praktik langsung yang memungkinkan kesadaran itu terbangun dengan otentik, selain adanya Sang Guru yang niscaya membimbingnya.

Seorang spiritualis tidak mungkin mencapai kesadaran otentik tanpa laku spiritual yang sesungguhnya. Seorang pemberdaya tidak mungkin mencapai kemanfaatan yang paripurna, sebelum lebih dulu memberdayakan dirinya. Seorang pengorganisir tidak mungkin berfungsi optimal tanpa lebih dulu mengidentifikasikan dirinya (melebur) dengan basis masyarakat yang didampingi. Begitulah sejatinya data-data kesadaran yang melimpahi semesta hanya dapat diakses lewat praktik (laku) yang konsisten dan berkesinambungan.

Oleh karena itu, sudah sepantasnya apabila tulisan 'Inti Pecel' ini saya sudahi, karena sudah tidak layak diperpanjang lagi. Salam Rahayu!

Bumi Sepanggang, 14 Oktober 2018

Monday, June 12, 2017

PEMBUNUH KI AGENG MANGIR BUKAN SANG MERTUA

       Selama ini masyarakat Jawa "dipaksa" untuk percaya bahwa pembunuh Ki Ageng Mangir adalah sang mertua yang tak lain adalah Panembahan Senopati, raja pertama dinasti kraton Mataram. Secara akal sehat pun cerita tersebut sulit diterima akal sehat. Bagi Panembahan Senopati, bersatunya wilayah perdikan Mangir yang terkenal memiliki bala tentara yang mahir berperang, jelas merupakan keunggulan tersendiri bagi kraton yang belum seumur jagung itu. Ki Ageng Mangir dengan nama kecil Raden Djoko Humbul Wonoboyo adalah Putra Kyai Ageng Bondan Surati bin Prabu Brawidjaya yang masih trah keturunan langsung raja Majapahit, sangat mahir bertempur dan memiliki senjata pusaka hebat, Kyai Baruklinting.. 

              Pendapat yang menyatakan Ki Ageng Mangir masih beragama Hindu juga terbantahkan. Ada catatan sejarah yang menyatakan Ki Ageng Mangit telah diislamkan oleh Ki Juru Mertani dan Roro Sekar Pembayun (waktu itu masih calon isterinya) dalam misi dakwah tingkat tinggi dengan berbagai trik, termasuk trik berpura-pura jadi rombongan kesenian karawitan dan wayang kulit. Semua dan demi kemaslahatan Mataram yang baru saja didirikan oleh Ki Ageng Mangir sebagai penerus Pajang maupun Kasultanan Demak
.
              Ki Mondoroko atau Ki Juru Mertani adalah murid langsung Kanjeng Sunan Kalijaga, seorang waliyullah besar, Ki Juru Mertani pasti tidak akan mengizinkan Puteri Pembayun yang adalah cucu keponakan kesayangan itu menikah dengan orang non Muslim. Panembahan Senopati sendiri sudah resmi merestui Ki Ageng Mangir menjadi menantu. Dengan begitu dia akan sekaligus menjadi sekutu Mataram dan menjadi sangat kuat. Sebagai suami dari puteri kesayangannya, Ki Ageng Mangir diijinkan keluar-masuk kamar pribadi untuk sholat Panembahan Senopati. Di sisi lain, Raden Ronggo pun biasa keluar-masuk ruangan tersebut, karena dia adalah anak siri Panembahan Senopati.

             Pengislaman Ki Ageng Mangir sepertinya sengaja dibiaskan oleh beberapa pihak, termasuk oleh penjajah Belanda. Dengan memanfaatkan kesenjangan informasi ini, mereka bisa mengadu-domba antara kekuatan-kekuatan di kerajaan Mataram. Ada kepentingan penjajah untuk melanggengkan penjajahan, dengan cara "membunuh" karakter Panembahan Senopati sang Sultan Mataram yang gelarnya menunjukkan sebagai seorang wali penyebar agama Islam di Jawa, bahkan di Nusantara....
Catatan yang tertulis pada buku Babad Mangir sebagai sumber sejarah, sengaja tidak mencantumkan nama penulisnya, Tembok makam di mana konon Ki Ageng Mangir dimakamkan, dibangun pada abad 18 pada masa pemerintahan Hamengkubuwono II /III. Penulis Babad Mangir diperkirakan disosialisasikan oleh penulisnya pada saat berlangsung perang Diponegoro atau setelahnya.
Kekuatan sinergi.
            Catatan sejarah menyatakan bahwa kekuatan tentara Mangir di bawah pimpinan Ki Ageng Mangir kalau digabung dengan kekuatan tentara Mataram, sangat memperkuat kraton Mataram. Ini yang dikawatirkan oleh para musuh maupun penjajah Belanda. Banyak adipati yang diam-diam (masih) menentang Mataram, bersatu dan bikin kolaborasi untuk menciptakan intrik politik guna memecah-belah kekuatan Mangir dengan Mataram yang telah diikat dengan pernikahan Ki Ageng Mangir dengan Roro Pembayun yang sudah direstui Panembangan Senopati.
            Karena mau maju sendiri tidak berani, maka para adipati pesisir yang ingin memberotak tersebutan memanfaatkan Raden Ronggo untuk membunuh Ki Ageng Mangir. Pertimbangannya karena sebagai anak siri Panembahan Senopati, Raden Ronggo bebas keluar-masuk kraton. Kebetulan mentalitas Raden Ronggo memang agak kurang baik dan mudah diadu-domba oleh para adipati pembangkang itu.
Ketika Ki Ageng Mangir sedang sujud sholat, Raden Ronggo menghantamkan "watu gatheng" ke arah belakang kepala Ki Ageng Mangir. Mendengar tewasnya sang menantu, Panembahan Senopati murka, namun demi pertimbangan keamanan negara, dia mengambil-alih tanggung-jawab tersebut. Dia memerintahkan beberapa orang kepercayaan untuk menyembunyikan dan memakamkan menantunya itu. Panembahan Senopati pun memerintahkan Ki Patih Rogopun niti adik ki Ageng Mangir dan beberapa orang kepercayaannya untuk membunuh Raden Ronggo diluar benteng Mataram. Raden Ronggo pun tewas oleh tusukan tombak naga Baru Klinthing. Jejak dan makam Ki Patih Rojoniti ada di dusun Cangkring, Srandakan, Bantul. Termasuk makam keturunan Kyai Muntahal di Patihan, Srandakan, Bantul yang menurunkan Lurah Kerto Pengalasan, salah satu panglima perang hebat Pangeran Diponegoro
Berita pembunuhan Ki Ageng Mangir oleh Panembahan Senopati sengaja disebar-luaskan oleh para musuh Mataram dalam usaha mendiskreditkan Panembahan Senopati sebagai orang yang kejam, suka ingkar janji, penuh tipu muslihat. Watu Gilang adalah bukan singgasana raja. Tidak mungkin singgasana raja berwujud batu pipih setinggi 30 cm. Sangat tidak masuk akal orang yang sedang duduk bersila bisa membunuh seseorang dengan cara membenturkan kepala ke tempat duduk berupa batu pipih tersebut. Jadi menurut analisa Ki Ageng Mangir tidak pernah dibenturkan kepalanya di singgasana raja itu dan di hadapan para bupati....
          Adapun makam Ki Ageng Mangir yang konon terbelah tembok pagar, juga tidak masuk akal. Makam Kotagedhe dibangun oleh kerabat Hamengkubuwono II dan III, bukan sejak Ki Ageng Mangir wafat.
Paska pembunuhan suaminya, Puteri Pembayun yang sedang mengandung, diungsikan ayahandanya ke tempat kakeknya Ki Penjawi di bumi Pati. Kelak anak itu lahir sebagai Ki Lurah Bagus Wonoboyo yang bersama ibundanya sempat berguru kepada Pangeran Benawa (Joko Tingkir) di Kendal. Putra tunggal Ki Ageng Mangir ini di kemudian hari ikut bertempur melawan VOC di Jepara 1618 bersama Tumenggung Bahurekso dan sahabatnya Ki Kartaran atau Ki Jepra. Ia pun kemudian ikut berperang melawan VOC Batavia sebagai komandan tentara Sandi Mataram di Batavia 1620 - 1629. Keberhasilan unitnya membunuh Jan Pieter Zoen Coen gubernur Jendral VOC dan mempersembahkan kepala JP Coen kehadapan Sultan Agung melalui Panembahan Juminah, menghentikan niat Sultan Agung menyerbu kembali Batavia.
Sampai dengan wafatnya Sultan Agung (1645), VOC tak pernah berani berperang melawan Mataram. Para Trah dan keluarga Mataram terus-menerus memelihara silaturahmi dengan para keturunan Mangir yang bermuara pada Puteri Pembayun. Para trah keturunan Ki Ageng Mangir pun banyak berperan dalam membantu eksistensi kerajaan Mataram pada masa-masa berikutnya, bahkan sampai sampai saat ini,
Pada umumnya trah keturuan Ki Ageng Mangir memiliki ciri-ciri agak ambigu atau mendua namun selalu mengambil jalan keras saat memutuskan untuk bertindak. Contohnya adalah Untung Suropati, Pramudya Ananta Tur, Raden Saleh, SM.Kartosuwiryo atau maestro lukis Basuki Abdullah yang meninggal secara tragis ditikam pencuri amatir yang kepergok saat mencuri di rumahnya. Kebanyakan trah keturunan Ki Ageng Mangir biasa mencantumkan nama-nama bangsawan atau pahlawan sebagai kebanggaan. Di sisi lain trah Mangir menyembunyikan perjuangan dan jati diri, mirip gaya pengorbanan Ki Ageng Mangir.

Dicopas di Facebook Choirul "Damar "Abdilla
Ponorogo, 9 Juni 2017

Friday, June 9, 2017

DAYA KEPASRAHAN

Meskipun sudah dimatangkan terlebih dahulu "rounddown" perjalanan hari ini, sebagaimana lazimnya Debog Wengker selalu lebih patuh pada ketentuan "Sang Penuntun". Tapi setidaknya 2 agenda utama: ziarah makam dan kongkow budaya, masih menjadi menu yang "mengenyangkan" dan selalu memantik rasa syukur.
Adalah Kang Si Jo Purwanto bersama ayahandanya yang akhirnya kami jumpai pertama kali saat mampir sebentar di salah satu dugaan destinasi. Kami baru kenal saat itu dan mengalir saja beberapa obrolan yang menggenapi klarifikasi beberapa berita kesejarahan.

Berikutnya adalah makam alm. Mbah Kyai Hasan Minhaj - Tanjungrejo, Badegan, yang beliau dikenal sebagai Mursyid Thariqah Syathariyyah pada era-1800an dengan beberapa kemuliaan karena peran sentral dan keilkhlasan beliau sehingga mewariskan murid-murid 'alim yang kemudian menyebarkan kemanfaatan di banyak tempat. Di sini kami "berdialog" dengan sisa-sisa beberapa temuan ragam motif-arsitektural yang khas. Dalam kedangkalan kemampuan tafsir kami atas sastra-simbol, terbersit kesadaran tentang kemajuan alam pikir dan peradaban pada masa-masa itu. Pesan yang hadir adalah bahwa "teknologi tercanggih" yang diciptakan langsung oleh Tuhan, ternyata saat ini amat banyak tergeser oleh benda atau mesin ciptaan manusia. Sehingga segala daya terberi yang hakikatnya ada dalam setiap kelahiran manusia lambat laun terkebiri lalu berbalik menyebabkan bergantung. Imajinasi, kreatifitas dan daya cipta manusia sekarang nampaknya tak menunjukkan porsi yang sebenarnya diberikan oleh-Nya.

Lalu perjalanan kami pun berakhir di bilik seorang "teman ngobrol" yang asyik.... ialah Mbah Nano, yang mengakhiri telusuran hari ini dengan risalah kepasrahan yang menyelaraskan antara keilmuan pikir, kesucian batin dan keberanian watak... sekaligus mengutip beberapa hal tentang nasionalisme dan pancasila yang akan menjadi tambahan menu kami berikutnya...
...sehingga yang ada hanya rasa syukur...

Penulis alfian debog wengker, 23 April 2017

Thursday, June 8, 2017

Perang saudara Di dunia islam Abad 7 dan 8 Masehi

Perang saudara Di dunia islam Abad 7 dan 8 Masehi menimbulkan Aneka Pertanyaan Penting dan membuat pusing kaum muslim sepanjang zaman :
=================================================================
- Bagaimana bisa orang yang melakukan pembunuhan terhadap pemimpinnya sendiri mengaku dan merasa dirinya bergerak demi Allah dan digerakkan oleh Allah?

- Bagaimana bisa para pelaku pembantaian terhadap pemimpinnya sendiri mengaku semua itu dilakukannya dalam rangka menegakkan kebenaran dan menuntut keadilan?

- Apakah seorang khalifah islam harus seorang pribadi yang saleh ,religius dan agamis? seperti yang dimaui oleh kaum sunni

- Ataukah seorang administrator saja sudah layak diakui sebagai pemimpin islam? sebagaimana gagasannya kelompok khowarij itu

- Apakah seorang khalifah islam harus seseorang yang dalam tubuhnya mengalir darah Nabi dan dengan demikian kepemimpinan umat dijamin akan ideal? Sebagaimana alam pikirannya Kaum Syiah itu

- Atau apabila seorang khalifah islam bukan seorang dari ahlul bait Nabi ,apakah secara otomatis dipastikan pemerintahan islam akan rusak dan tak mencapai tujuannya?

- Atau Apabila seorang pemimpin islam itu dari ahlul bait, keturunan nabi muhammad maka secara otomatis pemerintahan islam akan baik-baik saja tanpa penyimpangan & selama-lamanya sejalan dengan yang dikehendaki oleh Allah, Tuhan yang berkata-kata itu?

- Seberapa islaminya kah pemerintahan umawiyah 680 - 750 M?

- Mengapa "mawali ,ajam & awam" harus disingkirkan oleh pemerintahan umawiyah dari ruang waktu kewenangan memimpin? Bukankah itu justru tidak sejalan dengan Al-quran yang konon mengusung egalitarianisme?

- Atau bagaimanakah sebenarnya tatanan pemerintahan yang dikehendaki oleh Allah dan islam itu?

- dan apakah nabi & rasul muhammad tidak memberikan contoh serta petunjuk dalam hal tatanan pemerintahan?

jika belum ,bukankah itu artinya ajaran sang nabi belum sempurna? serta bagaimana bisa perkara yang sedemikian riskan rawan konflik diabaikan begitu saja oleh pendirinya?
dan jika sudah ,mengapa muncul perbedaan tajam ditubuh islam yang menggiring umat sampai pada pertumpahan darah yang melahirkan mendendam abadi?

- Jika karena ada pengkhianat di islam ,lantas siapakah yang layak disebut pengkhianat? bukankah itu semua adalah sahabat nabi yang notabene generasi terbaiknya islam di sepanjang peradaban islam?

- Atau apakah supaya islam itu menjadi religius atau Agama murni maka islam harus dipisahkan dari kekuasaan dan pemerintahan? ini jelas tidak mungkin sebab islam muncul dengan mengusung hukum-hukum yang harus dipraktekkan oleh umat & hukum-hukum tersebut meniscayakan ada pengawalnya. dan disitulah letaknya pemerintahan islam.

- dan apakah seseorang bisa teridentifikasi sebagai muslim yang paripurna jika ia menjauhi dunia politik kekuasaan pemerintahan? sebagaimana yang ditampilkan para sufi itu? namun begitu ,Apakah asketisme murni bisa diterima di islam abad 7 - 8 Masehi ini?

- Apakah islam berlangsung secara tidak semestinya?
- Apakah islam berlangsung secara diluar dugaan & tidak sesuai dengan apa yang dimaui oleh pendirinya?

- Ataukah memang demikianlah yang ditakdirkan oleh Allah atas islam ,yakni menggilir kekuasaan kepada para pemujanya? sebagaimana yang diyakini kelompok umawiyah

- mengapa Allah memberikan kekuasan wewenang memerintah kepada orang-orang yang berasal dari selain keluarga nabi ,padahal Allah & Nabi sendiri yang mengatakan bahwa hanya anggota keluarga nabi-lah yang bisa menjaga keutuhan islam? sebagaimana yang diyakini kelompok syiah itu

- Apakah pemerintahan Abbasiyah adalah sesuai dengan bentuk pemerintahan yang dimaui oleh islam?

- Bukankah berdirinya pemerintahan abbasiyyah adalah pemerintahan yang didirikan oleh kelompok gabungan antar oposisi? dan dengan cara menggulingkan pemerintahan umawiyyah tahun 750 M secara sadis ,kejam dan tak pernah terjadi dimasa sebelumnya?

Ditulis oleh : ibliziyyulhaq waskitajawi
Ponorogo bumi wengker , 14 SM

Kutukan Khalifah Amirul Mukminin Utsman bin Affan atas Kaum muslim

Tahun 656 M ribuan demonstran anti khalifah amirul mukminin utsman bin affan dari Kufah, basrah & mesir menguasai, mengepung, mengendalikan, memboikot dan melumpuhkan Kota Madinah, pusat pemerintahan islam : khalifah utsman tidak bisa keluar rumah, tidak lagi bisa mendekati masjid nabawi untuk menjadi imam shalat, pun juga tidak bisa lagi memimpin khotbah jumat selama satu bulan lebih.
 
para sahabat nabi senior, Ali bin abi thalib, talhah bin ubaidillah, zubair bin awam, abdullah bin umar, abdullah bin zubair dll tampaknya mendukung aksi para demonstran ini : mereka tidak tampil membela khalifah utsman dan justru membiarkan para demonstran beraksi lebih beringas dan liar. Ali bin thalib misalnya, baru muncul dikala khalifah utsman dan seluruh keluarganya hampir mati kehausan dengan membuka akses air masuk ke rumah khalifah. tampaknya, kebencian dan kemurkaan terhadap khalifah utsman sudah merasuk menjangkiti hampir seluruh sahabat nabi.

Tokoh demonstran, Asytar an-nakha'iy yang dahulu sudah pernah nendapat penjelasan aneka kebijakan khalifah utsman dan kemudian sempat patuh pada khalifah utsman, kini tampil lagi menjadi tokoh demonstran, mengusung tuntutan yang tidak jauh berbeda dengan tuntutannya dahulu, ia dipersilahkan masuk ke rumah menemui khalifah utsman untuk memperdengarkan tuntutan para demonstran :
1- Hukum, penjara dan pecat para gubernur yang menyimpang & yang telah menistakan agama (khalifah jangan intervensi & jangan membela mereka)
2- adili Marwan bin hakam dengan cara serahkan ia pada demonstran
3- khalifah utsman segera meletakkan jabatannya & menyerahkan urusan kepemimpinan pada demonstran, bila tuntutan ini tidak dipenuhi maka seluruh demonstran akan bergerak sendiri, memakzulkan pemerintahan dan tidak segan membunuh khalifah utsman.

Ibnu katsir menulis dalam kitabnya al-bidayah wan nihayah, lengkap dengan riwayat-riwayatnya, khalifah utsman menjawab tuntutan ini dengan tegas :
Demi Allah! jika kalian membunuhku maka kalian tidak akan pernah saling mencintai selama-lamanya! tidak akan saling terhubung selama-lamanya! tidak akan berperang dengan bersatu padu selama-lamanya!

ibnu katsir kemudian menuliskan rentetan gerakan para demonstran ini hingga eksekusi pembunuhan tanpa persidangan tanpa pengadilan bagi khalifah amirul mukminin utsman bin affan dirumahnya, di depan anak & istri-istrinya.

● Narasi ditulis oleh :
ibliziyyulhaq waskitajawi, 10 mei 2017 M
Ponorogo bumi wengker.


Tuesday, April 4, 2017

Perang Jamal ,Tahun 657 - 658 M.

● Al-fitnatul Kubro Jilid I : Perang saudara di dunia islam Zaman Sahabat Nabi muhammad ,Tahun 656 - 662 M
==================================================================
~ Tema : Perang Jamal ,Tahun 657 - 658 M.
Lokasi perang : Basrah ,bumi persia.

■ Pihak terlibat :
1. Pemerintah : kubu Ali bin abi thalib (menantu nabi muhammad) pemimpin pemerintahan kaum muslim
2. Demonstran : kubu Aisyah (istri nabi muhammad)
3. Jumlah Korban tewas total dari kedua kubu : 10 - 20 ribu kepala. dengan rincian sebagai berikut :
- orang-orang Al-azdiy : 2 ribu kepala
- orang-orang Yaman : 500 kepala
- orang-orang madlor : 2 ribu kepala
- orang-orang Qois : 500 kepala
- orang-orang tamim : 500 kepala
- orang-orang dlibh : 1000 kepala
- orang-orang bani bakr : 500 kepala
- penduduk lokal basrah : 5 ribu kepala
- penduduk kuffah : 5 ribu kepala
- tokoh-tokoh berumur lanjut dari bani 'adiy hafal al-quran : 70 orang.
(belum termasuk para pemuda bani 'adiy yang bukan penghafal al-quran.)
 4. Tokoh-tokoh senior sahabat nabi yang terlibat :
- kubu pemerintah : ammar bin yasir ,abu musa al-asy'ariy
- kubu demonstran : zubair bin awwam ,tolhah bin ubaidillah
~ Narasi pengkisahan berdasarkan tarikh islam :

● kubu aisyah (kubu demonstran) mengusung jargon : Tegakkan hukum Allah yakni adili dan hukum pelaku penista & pembunuhnya utsman bin affan.
● kubu pemerintah yakni amirul mukminin ali bin abi thalib : Tuntutan demonstran pasti dipenuhi pemerintah! semua masih proses dan sidang akan dilakukan terbuka! harap kubu demonstran tetap menjaga kepercayaan pada pemerintah dan jangan main hakim sendiri!

● Referensi : Tarikh ar-rusul wal muluk ,ibnu jarir ath-thobariy.
~ Ibliziyyulhaq Rojim ,Ponorogo 25 desember 2016 M.


Teks Perjanjian Damai Tahkim Daumatul Jandal ,Tahun 658 - 659 M


Bismillahirrohmanirrohim

ini adalah perjanjian yang ditanda tangani oleh Ali bin abi thalib dan Muawiyah bin abi sufyan. tanda tangan ali bin abi thalib atas nama penduduk irak beserta semua pengikutnya juga semua orang dari kaum muslimin dan tanda tangan muawiyah bin abi sufyan atas nama penduduk Syam beserta semua pendukungnya juga semua orang dari kaum beriman dan kaum muslim.

Menetapkan bahwa kami sepakat berhukum dengan hukum Allah dan kitabnya. kami menjunjung tinggi apa yang dijunjung tinggi oleh Allah dan kami merendahkan apa yang direndahkan oleh Allah. perkara apapun yang ditemukan oleh kedua juru runding dalam kitabullah maka harus ditetapkan.
dan perkara yang tidak ditemukan didalamnya maka ditetapkan melalui as-sunnah, yang adil, yang menyatukan kaum muslimin, yang tidak memecah belah.
juru runding yang mengambil sumpah dalam perjanjian ini dijamin keselamatannya beserta seluruh keluarganya. umat menjadi pembela mereka atas apapun yang telah mereka putuskan dan semua yang telah mereka sepakati.

● Saksi dari pihak Ali bin abi thalib :
1. abdullah bin abbas
2. Asy'ats bin qois al-kindiy
3. said bin qois al-hamdaniy
4. abdullah bin tufail al-amiriy
5. hujr bin adiy al-kindiy
6.warqa' bin sumayya al-bajalliy
7. abdullah bin muhill al-ijli
8. uqbah bin ziyad al-hadromi
9. yazid bin al-hujiyyah at-tamimi
10. malik bin ka'ab al-hamdani

● Saksi dari pihak Muawiyah bin abi sufyan :
1. abul a'war as-sulami
2. habib bin maslamah
3. abdurrahman bin khalid bin walid
4. mukhariq bin al-harits az-zabidiy
5. ziml bin amru al-adzri
6. 'alqamah bin yazid al-hadromiy
7. humroh bin malik al-hamdaniy
8. wasi' bin yazid al-hadromiy
9. utbah bin abi sufyan
10. yazid bin al-hurr al-abbasiy

Rabu, 13 Safar 37 H/659 M
~●●●~======================
Referensi : Tarikh ibnu katsir : al-bidayah wan nihayah.

~♤ Sekitar satu bulan setelah perjanjian daumatul jandal ini ditulis dan setelah narasi teks perjanjian ini disepakati, dua orang juru runding dari kedua pihak bertemu pada bulan ramadhan pada tahun tersebut. juru runding dari pihak ali bin abi thalib adalah abu musa al-ay'ariy sementara dari pihak muawiyah bin abi sufyan adalah amru bin ash.
pertemuan kedua juru runding dilaksanakan di daumatul jandal ,desa adzruh : pertengahan antara irak dan syam.
abu musa al-asy'ariy dikawal 400 orang prajurit bersenjata demikian pula amru bin ash juga dikawal 400 orang prajurit bersenjata lengkap.
momentum perjanjian ini disaksikan masyarakat umum karena digelar secara terbuka. dan juga disaksikan banyak tokoh sahabat nabi senior. diantaranya adalah : abdullah bin umar, abdullah bin zubair, mughiroh bin syu'bah, abdurrahman bin al-harits bin hisyam al-makhzumi, abdurrahman bin abd yaghuts al-zuhri, abu jahm bin hudzaifah.
saad bin abi waqqosh absen dalam momentum ini. kabarnya ia pada saat momentum ini hidup menyendiri, menjadi pertapa di daerah hijaz.

~●~ pertemuan ini menegaskan : demi persatuan semua pihak maka Ali bin abi thalib dan juga muawiyah bin abi sufyan sama-sama dicopot dari jabatan kepemimpinannya. karena hal ini adalah akar masalahnya.
kemudian sebagai kelanjutannya, posisi pemimpin diserahkan kepada hadirin untuk mengajukan orang yang dipilihnya. pilihan (suara) terbanyak dari umatlah yang akan dijadikan keputusan hasil akhir.
meskipun jika kemudian nanti yang terpilih adalah ali atau muawiyah, maka tetap sah dan legal.

~ pencopotan jabatan dimulai oleh abu musa al-asy'ari selaku wakil dari pihak ali bin abi thalib. setelah selesai mengumumkan pencopotan ali bin abi thalib ,abu musa al-asy'ariy kembali ke tempat duduknya.
selanjutnya amru bin ash tampil ke podium, berpidato sedikit dan berkata ; kini ali bin abi thalib telah sah dan legal tidak lagi menjabat sebagai khalifah atau amirul mukminin. dengan begitu bukan berarti umat tidak mempunyai khalifah/amirul mukminin. sebab masih nyata-nyata ada khalifah/amirul mukminin/pemimpin umat islam yang kontribusinya pada perluasan islam hingga daerah jauh diakui semua orang yakni muawiyah bin abi sufyan.
oleh karenanya, umat tidak perlu repot dan berfikir lagi tentang siapa pemimpin umat : cukup dengan yang telah ada ini saja maka maslahat bagi semua bisa terwujud sebagaimana yang telah berjalan sampai detik ini.

khotbah kontroversi amru bin ash ini mengakhiri momentum daumatul jandal.
hadirin yang ricuh nyaris baku hantam dilokasi bisa diredam oleh para tokoh.
kubu ali bin abi thalib jelas kecewa berat dengan momentum ini : Status ali bin abi thalib bukan lagi sebagai amirul mukminin, bukan lagi sebagai pemimpin umat islam. tentu saja hal ini tidak bisa diterima oleh kubu ali bin abi thalib. salah satu buktinya adalah : ali bin abi thalib tetap diakui menjabat sebagai khalifah amirul mukminin hingga terbunuh pada tahun 661 masehi.
dilain pihak, melalui momentum daumatul jandal ini muawiyah bin abi sufyan mantab statusnya sebagai khalifah amirul mukminin kaum muslim.

dan yang terjadi selanjutnya adalah muncul dua khalifah sejak masa ini :
- Ali bin abi thalib di kufah
- Muawiyah bin abi sufyan di syam-damaskus.

konsekuensinya, perebutan wilayah antara kubu ali bin abi thalib Vs muawiyah bin abi sufyan tak terhindarkan : perebutan mesir misalnya, nanti akan tampak jelas pada masa-masa ini.
muawiyah juga menyerang Basrah, yang di gubernuri oleh abdullah bin abbas bawahannya ali bin abi thalib.

~●~ dilain pihak, kelompok khowarij bergerak dengan caranya sendiri dan momentum daumatul jandal ini bagi mereka adalah bukti nyata bahwa kelompok khowarij dahulu itu adalah benar dan tepat. yakni : ali bin abi thalib salah besar telah menolak anjuran kelompok khowarij yakni mau menerima pengajuan permohonan damai dari kubu muawiyah bin abi sufyan dalam perang shiffin itu. kini nyata benar kelompok khowarij bisa membuktikan pada seluruh kaum muslim bahwa permohonan damai di shiffin itu hanya modus, merugikan pemerintahan ali bin abi thalib dan hasil akhirnya, wakilnya ali dikelabuhi begitu saja oleh kelompoknya muawiyah.
dan tentu saja, ali bin abi thalib yang mengangkangi kelompok khowarij pada masa menolak desakan saran di shiffin itu kini harus menanggung akibatnya : menjadi musuh bagi khowarij yang tak diampuni dan sekaligus menjadi musuh bagi kubu muawiyah yang lihai bertaqiyah, berpura-pura kalah,tunduk,takluk dan tak berdaya namun nyata siaga menghabisi dikala ada kesempatan.

●○● Selanjutnya meledak Perang segitiga di dunia islam abad 7 masehi.

♤♢☆ Sumber :
- Tarikh ibnu katsir : al-bidayah wan nihayah
- Tarikh ath-thobariy : ar-rusul wal muluk